Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2017

RELATIVISME AGAMA

Relativisme berasal dari kata Latin, relativus, yang berarti nisbi atau relatif. Sejalan dengan arti katanya, secara umum relativisme berpendapat bahwa perbedaan manusia, budaya, etika, moral, agama, bukanlah perbedaan dalam hakikat, melainkan perbedaan karena faktor-faktor di luarnya. Sebagaimana paham dan pandangan etis penganutnya, relativisme menganggap bahwa, setiap pemeluk ajaran agama yang berbeda, sejatinya mereka menuju hakikat ketuhanan yang sama, namun tata pelaksanaannya sajalah yang berbeda. Relativisme juga berpendapat bahwa yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah tergantung pada masing-masing orang dan budaya yang dihasilkan oleh masyarakatnya. Ajaran seperti ini dianut oleh Protagoras, Pyrho, dan pengikut-pengikutnya, maupun oleh kaum Skeptik dan Sopis. Maka, sejatinya orang-orang yang menganut paham relativisme ini adalah orang-orang yang tdk memiliki pendirian dan keyakinan. Sebab menurut penganutnya, semuanya sama dan tidak ada kebenaran mutlak. Kita

HANYA DENGAN KEMBALI KEPADA ALLAH, MAKA KEHINAAN ATAS UMMAT INI AKAN SIRNA

Oleh: Tiar Garusu Penindasan akan melahirkan kesadaran, apapun bentuknya. Baik kesadaran klas dalam perspektif komunisme, atau pun kesadaran dalam beragama. Sebab sudah menjadi sunnatullah bahwa penindasan manusia atas manusia, akan melahirkan kesadaran untuk melawan. Dahulu ummat Islam Bosnia tak dapat lagi dibedakan dengan ummat nashrani Serbia. Semuanya bercampur sebab akibat kehidupan yang teramat sekuler. Miras, sex bebas, dan berbagai hal yg diharamkan oleh syariat, semuanya menjadi hal yg biasa untuk dilakukan, sebagaimana anda dapat melihat keumuman budaya sekuler di negara-negara barat eropa, maka sebegitu juga denga pola kehidupan muslim Bosnia. Tidak ada lagi skat pemisah antara kekafiran dan keimanan. Kesadaran beragama ummat Islam bosnia baru tergugah, itu berawal ketika penindasan yang mereka dapatkan dari bangsa serbia, bahwa apa yang mereka lakukan selama ini, yakni jauh dari syariat Allah, justeru menjadi kelemahan bagi diri mereka sendiri. Sejarah mencatat, akibat

TAUHID SEBAGAI ASAS PERADABAN ISLAM

Oleh: Tiar Garusu Ciri utama dari agama Islam ialah tidak membenarkan suatu pertentangan, serta pemisahan antara kehidupan beragama dan kehidupan duniawi. Islam tidak sekedar membatasi diri untuk membina ketinggian rohani dan akhlaq semata-mata. Ruang lingkup konsep serta peraturan yang dikemukakan oleh Islam mencakupi segala aspek kehidupan insan. Islam bukan saja hanya dapat mengatur pola ketertiban diri perindividu, namun justeru dapat pula mengatur ketertiban kehidupan masyarakat secara umum, kedalam pola-pola yang sehat dan bersih sehingga apa yang dikehendaki oleh Allah dapat dibangun dalam bentuk kenyataan di atas muka bumi ini. Dengan demikian, keamanan, kebahagiaan dan kemakmuran akan memenuhi segenap pelosok muka bumi. Cara hidup Islam didasarkan atas wahyu dgn menggunakan satu pendekatan yang unik serta sejalan dengan fitrah manusia, dan ia merupakan konsep istimewa tentang kedudukan insan dalam alam semesta ini. Itulah sebabnya mengapa perlunya kita memahami terlebih dah

HANYA BERLAKU DIPASARAN ORANG JAHIL DAN AWAM

Dijamannya Buya Hamka, orang yang mengemukakan pandangan baru terkait merespon persoalan-persoalan didalam fiqh nawazil, bukan hanya di hukumi terkeluar dari Ahlussunnah. Bahkan lebih dari itu, yaitu dikeluarkan dari Islam. Kita yang hidup di era digital ini, masih mending ketimbang Buya dizamannya, maka sejatinya fenomena yang sebigini, sudah berlalu orang-orang yang mendahuluinya. Anda di tuduh ahli bid'ah krn berorganisasi/yayasan, membangun sekolah formal dan universitas, serta da'wah lewat TV. Maka tak perlu pusing dengannya. Sebab pembahasan seperti ini hanya akan berlaku dipasaran orang-orang jahil dan awam, menurut Buya Hamka. Dizamannya, Ki Ahmad Dahlan di tuduh kafir oleh ulama-ulama tradisional yang jumud didalam mempertahankan pandangan lama, lantaran Ki Dahlan didalam sarana dan prasarana pembelajaran ma'hadnya sudah menggunakan manejemen kelembagaan yang modern. Yang mana pada saat itu, hal itu di perkenalkan oleh penjajah kafir Belanda disekolah-sekolah me

ULAMA RABBANI DAN ULAMA SU'

Dalam ajaran Islam, ulama menempati posisi sentral. Kata Rasul saw: ”Ulama adalah pewaris para nabi. Para Nabi tidak mewariskan dinar dan tidak juga dirham, melainkan mereka hanya mewariskan ilmu.” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah). Nabi juga memposisikan para ulama laksana bintang yang menjadi tempat umat mendapat bimbingan dan petunjuk. Melalui para ulama itulah, kini kita mewarisi risalah Nabi. Kita sekarang memahami Al-Quran dan tafsirnya, hadits Rasulullah saw, juga ilmu-ilmu keagamaan lainnya melalui jasa para ulama. Melalui Imam Syafii misalnya, kita memahami ilmu ushul fiqih, tentang bagaimana cara menetapkan hukum dalam Islam. Maka, dalam sejarah Islam, ulama memegang peran yang sangat vital. Ketika Abu Bakar ash-Shiddiq menjadi umara, maka Umar bin Khathab, Ali r.a., dan sebagainya menjalankan peran ulama yang aktif menasehati dan mengontrol penguasa. Begitu juga ketika Umar r.a. menjadi penguasa, para sahabat lain menjalankan fungsi kontrol dengan sangat efektif. Seba

TUNDUK PADA MASYARAKAT DAN BUDAYA YANG DIHASILKANNYA

Oleh: Tiar Garusu Sering kita jumpai seseorang mengatakan bahwa apa pun ajaran Allah dan Rasul-Nya, hal-hal tertentu yang sudah tertradisi di masyarakat juga tidak bisa ditinggalkan karena seudah diikuti sejak masa nenek moyang. Maka orang seperti ini juga termasuk munafik, sekalipun didahinya nampak bekas hitan karena lamanya bersujud dalam sholat dan sekalipun wajahnya memperlihatkan ke shalehan. Akan tetapi spirit Islam tidak melekat didalam hatinya. Islam bukan saja hanya sekedar ruku, sujud, puasa atau haji. Dan Islam bukan hanya terletak pada muka atau pakaian seseorang. Melainkan Islam adalah bermakna patuh dan pasrah secara totalitas kepada Allah dan tunduk dgn apa yang dibawah oleh Rasul-Nya. Orang-orang yang menolak untuk mematuhi Allah ta'ala dalam persoalan-persoalan kehidupan, dan tidak mengambil Islam semata-mata untuk dijadikan sebagai landasan bagi pandangan hidupnya, maka orang-orang tersebut sama sekali tidak berhati Islam. Islam tidak lain kecuali eksklusifita