NASIONALISME DAN SOLIDARITAS MUSLIM GLOBAL

Oleh: Rachmad Aditiar Garusu

Masyarkat non-muslim menjadikan ikatan tanah air, bangsa, suku, ras dan nasab keturunan sebagai ikatan antar individu. Oleh karena itu mereka hanya memberikan loyalitas penuhnya, terhadap ikatan-ikatan itu semata-mata. Maka, apa-apa yang berguna bagi tanah airnya, bangsanya, sukunya, rasnya, atau keturunannya akan diterima. Sebaliknya, apa yang membahayakan bagi ikatan nasio mereka, mereka tidak akan melakukannya, serta akan menolaknya.

Mereka pada dasarnya hanya kan berkerja sama atas dasar ini semua. Berperang atas dasar hal ini, serta saling membantu atas dasar ini pula. Dan mereka tidak akan memberikan hak-hak kepada orang lain yang bukan dari bangsa mereka, suku, ras, ataupun keturunan mereka. Bahkan mereka dapat memperlakukan orang lain diluar masyarakatnya dengan beda, diskriminatif, dan intoleran dan bahkan mereka menghina, menindas, serta menganggap rendah orang yang bukan sebangsa dengan mereka.

Berbeda halnya dengan komunitas di dalam masyarakat Islam. Loyalitas seorang Muslim akan diberikan kepada keislamannya. Seseorang akan dipandang sebangsa dan setanah air, jika ia adalah pemeluk Islam, dan tidak dipandang dari nilai-nilai kesukuan, kebangsaan, ataupun garis keturunan nasabnya. Maka, jika ada seorang muslim yang tinggal di negeri kafir, maka ia tetap terikat bersama jama'ah kaum muslimin di belahan dunia lain. Jika ada seorang muslim yang datang ke satu komunitas masyarakat muslim, walaupun itu berbeda negara, ataupun ras, warna kulit dan bangsanya, tetap ia mempunyai hak yang sama sebagai muslim yang harus diperlakukan sama seperti kaum muslim yang lainnya.

Nasionalisme serta pola pikir yang Rasialis, sama sekali tidak di akui oleh Islam, baik ia kulit putih maupun berkulit hitam, dalam neraca kemanusiaan ia tetap sederajat, apapun bangsa, ras, dan nasab keturunannya. Karna kemuliaan seorang muslim di hadapan Allah Ta'ala, tidak lah di lihat dari itu semua, melainkan dari ketakwaannya. Allah Ta'ala berfirman:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13)

Olehnya, setelah kita dapat memahami hakikat dari Nasionalisme serta sikap Non-Muslim atas faham tsb, serta bagaimana ajaran Islam memandang tentang ajaran Nasionalisme ini. Tentu bagi seorang Muslim yang beriman, wajib bagi dirinya untuk memberikan segala loyalitasnya (wala) kepada sesama muslim lainnya, baik yang senasab, sesuku, sebangsa atau pun tidak sama sekali, dan begitu seterusnya.

Akan tetapi sangat disayangkan, dalam realitasnya di sebahagian negeri-negeri kaum muslimin yang notabenenya memiliki mayoritas penduduk muslim terbesar, justru terjatuh dalam faham Nasionalisme yang sempit ini. Yang mana itu justru dilakukan oleh pemimpin-pemimpin di negera-negara kaum muslimin. Mereka hanya akan memberikan loyalitasnya kepada komunitas masyarakatnya saja, yang hidup sebangsa dengan mereka, dengan di sertai berbagai alasan yang tidak masuk akal, jikalau pun itu harus di ukur dari kacamata kemanusiaan saja.

Semisal contoh dengan kejadian baru-baru ini, yang mana ribuan pengungsi Muslim asal rohingya datang ke negeri-negeri Islam untuk mencari perlindungan atas penindasan dan penzhaliman dari etnis mayoritas Buddha di Myanmar. Justru mendapatkan "diskriminasi" dalam bentuk lain, ketika para pengungsi Rohingya berhasil berlabuh di negeri-negeri kaum Muslimin, justru aparat pemerintah di negeri-negeri Muslim mengembalikan mereka kembali ketengah-tengah lautan dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Padahal ketika kita melihat dari satu aspek saja, yaitu aspek kemanusiaan, tentu bagi seseorang yang memiliki akal dan hati yang sehat, akan tergerak hatinya untuk membantu walaupun tidak harus melihat dari aspek Aqidah yang seharusnya menjadi kunci dasar atas solidaritas muslim global.

Olehnya karena itu, upaya agar kaum Muslimin dapat keluar dari kemelut ini memang sangat super sulit. Jika menyatukan ummat Islam dengan konsep khilafah memang menjadi sebuah "absurditas", maka politik bukan lah satu-satunya sarana untuk menegakkan kembali solidaritas muslim global. Dengan memberikan pemahaman akan arti ukhuwah islamiyah dan nasionalisme yang benar, merupakan jalan serta langkah pertama dan yang utama untuk dilakukan agar merangsang kesadaran ummat Islam akan perlunya memupuk kembali ukhuwah islamiyah ini tanpa melihat batasan-batasan kesukuan, kebangsaan, ras, serta keturunan. Bahwa dalam Islam, ikatan kebangsaan (ar rabithul qaumiyah) merupakan anak cabang dari  ikatan keagamaan (ar rabithud diniyah). Jadi, suatu ketika nasionalisme memang harus dicampakkan jika ternyata keberadaannya justru mengancam keutuhan solidaritas ummat Islam.

Wallahul Musta'an

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AL INSANU HAYAWANUN NATHIQ

BUAH MANIS DARI TEGAKNYA TAUHID

KEMBALI KEPADA AL-QUR'AN DAN SUNNAH