AL INSANU HAYAWANUN NATHIQ
Sejatinya, Tafkir (pemikiran) wal Tadabbur (penelitian) adalah suatu perkara yang dimiliki oleh setiap manusia, yang dengannya dapat membedakan antara manusia dengan makhluk-makhluk lain dari ciptaan Allah ta'ala. Al-Ghazali menyebutkan bahwa manusia sebagai Hayawan Natiq, yakni hewan yang berfikir. Kata hewan disini yang dimaksudkan oleh Al-Ghazali bukanlah hewan bermakna binatang, melainkan bermakna makhluk yang dapat berbicara, yang kemudian dibedakan dari makhluk lainnya oleh Allah ta'ala dengan diberi akal.
Panca indera, seperti pendengaran, penglihatan dan hati adalah suatu keistimewaan yang diberikan oleh Allah Ta'ala kepada manusia, dan dengan ketiganya manusia dapat mencapai pemahaman, ilmu, dan juga dapat mengenal Tuhannya. Sebagaimana Allah ta'ala menyebutkan di dalam surah (An-Naĥl):78 - Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Jadi, pendengaran, penglihatan, serta hati adalah alat yang diciptakan oleh Allah ta'ala, agar dengannya manusia dapat mencapai suatu pengetahuan dan pemahaman untuk mengangkat ketidaktahuan/kebodohan dari dirinya. Yang dengan ilmu tersebut seseorang dapat mencapai hakikat sebuah keyakinan, bagaimana ia dapat memikirkan atas penciptaan dirinya, serta eksistensi Tuhan yang telah menciptakannya itu sendiri.
MAKRIFATULLAH
Mengenal Allah ta'ala adalah hal yang paling penting dari kita beragama, sebab saripati dari al-Qur'an adalah perintah untuk mengenalNya serta semata-semata hanya beribadah kepada Allah ta'ala. Salah satu jalan untuk mengenal Allah ta'ala adalah melalui ayat (tanda), yang dengan tanda-tanda tesebut kita diperintahkan untuk merenungi, memikirkan akan tanda-tanda itu. Ayat atau tanda itu pun terbagi dua;
- Ayat Qouliyyah, yaitu firman Allah ta'ala yang terdapat didalam Al-Qur'an.
- Ayat Qauniyyah, yaitu tanda-tanda kebesaran Allah ta'ala melalui ciptaannya.
TA'THILUL HAWAS
Adapun golongan jahiliyyah dan orang-orang kafir di dalam pemikiran, selalu melakukan Ta'thilul Hawas, yaitu meninggalkan panca indra dlam mengambil sesuatu yang nantinya akan menjadi keyakinanya. Sehingga dengannya justeru dapat menjerumuskan mereka ke dalam kekafiran dan jahannam.
Sebagaimana hal itu disebutkan di dalam surah (Al-Mulk):10 - Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".
Dan dalam ayat lain, (Al-'A`rāf):179, "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai".
Semoga kita dapat menjadi insan yang dapat mempergunakan akal pikiran kita, untuk dapat memahami dan memikirkan tentang esensi dari penciptaan kita ke dunia ini. Sebab manusia yang cerdas adalah manusia yang dapat mengenal Tuhannya dan mengetahui sebab penciptaannya ke dunia.
Aminnn untuk doa nya, semoga kita bisa memfungsi kan hati, mata dan telinga kita untuk mengenal Allah dan tujuan hidup kita
BalasHapus